Seorang laki-laki bekerja begitu kuat dan rajin.
Dia menghabiskan waktu 70 jam seminggu untuk bekerja.
Diia juga sangat mencintai pekerjaannya dan memperoleh pendapatan yang sangat besar.
Suatu hari ia merenung betapa pekerjaannya itu telah menyita waktunya sehingga ia begitu jarang bertemu keluarganya.
Tapi, ia terlalu mencintai pekerjaannya sehingga ia bekerja lebih kuat lagi.
Kerja kerasnya membuatnya diangkat menjadi pemimpin tertinggi di perusahaan itu.
Dia pulang untuk menceritakan khabar gembira itu.
Tapi, sesampai di rumah, ia tidak menjumpai seorang pun.
Semua anaknya telah menjalani hidupnya masing-masing.
Sementara istrinya sibuk dengan pekerjaannya di luar rumah.
Laki-laki itu tidak lagi punya kesempatan menceritakan khabar gembira itu.
Dia pun sedar bahawa ia sudah kehilangan hal yang paling berharga dalam hidupnya.
Banyak orang punya prinsip bahawa hanya dengan bekerja keras maka mereka akan beroleh kejayaan, mereka menolak untuk bermalas-malasan.
Tidak ada yang salah dari prinsip ini, tetapi sayangnya mereka mulai terjebak dengan sebuah sikap kerja yang disebut gila kerja.
Waktu bersama keluarga pun tergantikan untuk bekerja.
Jadi tepatlah peringatan ini: "segenggam ketenangan lebih baik dari pada dua genggam jerih payah dan usaha menjaring angin".
Mengorbankan keluarga demi mengejar kejayaan adalah sikap yang tidak bijaksana.
Yang membuat hidup kita bererti sesungguhnya bukanlah pencapaian kerja atau prestasi kita.
Tetapi hubungan yang indah bersama keluarga dan sesama, itulah yang menjadikan hidup kita bererti.
Kita dapat belajar bekerja untuk hidup dan bukan hidup untuk bekerja, iaitu dengan memilih untuk mengatur waktu kita dengan bijaksana.
Hanya ketika kita bersedia, berserahlah dan percaya kepada Allah, maka kita dimampukan untuk menjaga keseimbangan antara bekerja dan memiliki hubungan dengan sesama.
Selamat malam, selamat merehatkan diri bersama keluarga tersayang, jangan lupa berdoa sebelum tidur. Amin